Konten Aesthetic Picu Kecemasan? Ini Solusinya! - NARASIOTA.COM

Konten Aesthetic Picu Kecemasan? Ini Solusinya!

Konten Aesthetic Picu Kecemasan? Ini Solusinya!

 


Buat Kalian yang Sering Scroll Konten Aesthetic dan Tiba-tiba Merasa Hidupmu Berantakan...


Hai, sobat! Coba jujur, berapa lama kalian habiskan waktu untuk scroll-scroll feed Instagram atau TikTok yang isinya penuh dengan gambar-gambar aesthetic? Mulai dari kamar tidur minimalis ala Korea, workstation rapi dengan tanaman hias, outfit yang selalu matching, sampai hidangan sarapan yang fotogenik banget. Wah, lihat-lihat konten seperti itu memang bikin mata segar dan hati adem, ya?


Tapi, pernah nggak sih, di balik rasa kagum itu, tiba-tiba muncul perasaan lain? Seperti rasa iri diam-diam, minder, atau pertanyaan dalam hati, "Kok hidup mereka sempurna banget, ya? Sementara hidupku... begini-begini aja."


Nah, artikel ini hadir buat ngobrolin hal itu. Kita akan bahas sisi lain dari tren aesthetic yang mungkin jarang disadari: kenapa konten yang seharusnya "indah" itu justru bisa bikin kita cemas dan merasa nggak pernah cukup. Tenang, bahasanya akan santai dan mudah dicerna, kok!



Beberapa Pertanyaan yang Sering Muncul:


· Apa itu konten aesthetic?

· Mengapa konten aesthetic bikin insecure?

· Bagaimana cara menghadapi tekanan dari media sosial?

· Dampak buruk konten aesthetic bagi mental health.

· Tips agar tidak terbebani konten aesthetic.


---


Apa Sih Sebenarnya yang Dimaksud dengan "Aesthetic" di Media Sosial?


Sebelum kita selam lebih dalam, mari kita sepakati dulu apa itu "aesthetic" dalam konteks media sosial. Aesthetic di sini bukan sekadar cantik atau indah. Ia adalah sebuah gaya visual yang dikurasi dengan sangat teliti. Semuanya serba terencana, serba konsisten, dan punya tema tertentu. Warna-warna yang dipilih cohesive, sudut pengambilan gambar sempurna, dan tidak ada satu pun elemen yang "keluar jalur".


Intinya, aesthetic adalah presentasi kehidupan yang sudah melalui proses penyuntingan ketat. Ia adalah highlight reel, bukan behind the scenes.


Dari Penyemangat Jadi Pemicu Stres: Alasan Konten Aesthetic Bisa Bikin Galau


Loh, kok bisa sesuatu yang indah justru berdampak buruk? Ini dia penjelasannya:


1. Menciptakan Standar "Kesempurnaan" yang Tidak Realistis


Bayangkan, kita setiap hari disuguhi gambar kamar yang selalu rapi, wajah yang selalu flawless tanpa bekas jerawat, dan kehidupan yang seolah-olah bebas dari masalah. Otak kita lama-lama akan menganggap bahwa itulah "normalitas" yang seharusnya. Padahal, kenyataannya? Kamar kita bisa berantakan, jerawat bisa datang tiba-tiba, dan hari-hari kita penuh dengan drama kecil yang nggak fotogenik. Ketika realita tidak sesuai dengan ekspektasi yang ditanamkan media sosial, muncullah rasa gagal dan tidak cukup.


2. Memicu Perbandingan Sosial yang Beracun (Social Comparison)


Manusiawi sekali jika kita membandingkan diri dengan orang lain. Media sosial, sayangnya, menjadi panggung perbandingan yang sangat tidak sehat. Kita membandingkan "babak belur"-nya kehidupan kita dengan "highlight reel"-nya orang lain. Kita melihat kesuksesan, kecantikan, dan kebahagiaan orang lain, lalu bertanya pada diri sendiri, "Apa yang salah dengan aku?" Perasaan ini, jika dibiarkan, bisa berkembang menjadi kecemasan sosial dan harga diri yang rendah.


3. Ilusi Kontrol yang Berlebihan


Konten aesthetic seringkali menjual narasi bahwa hidup yang baik adalah hidup yang terkendali penuh. Segala sesuatu harus pada tempatnya, terencana, dan rapi. Narasi ini membuat kita merasa bahwa kegagalan, kekacauan, dan hal-hal tak terduga adalah sesuatu yang harus dihindari atau bahkan sebuah aib. Padahal, hidup memang pada dasarnya tidak pasti dan nggak selalu bisa kita kontrol. Tekanan untuk mengontrol segalanya inilah yang akhirnya memicu stres dan kecemasan.


4. FOMO (Fear Of Missing Out) yang Kian Menjadi


Lihat teman traveling ke Eropa dengan aesthetic yang oke, lihat influencer mencoba resto kekinian, lihat kolega mencapai pencapaian karier. Konten aesthetic memperkuat perasaan FOMO. Kita takut ketinggalan tren, takut tidak se-"keren" mereka, dan akhirnya memaksakan diri untuk mengikuti standar yang sebenarnya bukan keinginan kita sendiri. Ujung-ujungnya, dombel jebol, hati pun tetap galau.


5. Mengikis Rasa Syukur dan Kepuasan atas Hidup Sendiri


Ketika mata kita terus-terusan terpaku pada kehidupan "sempurna" orang lain, kita menjadi lupa untuk melihat ke bawah dan bersyukur atas apa yang sudah kita miliki. Kita jadi fokus pada kekurangan kita, pada apa yang belum kita capai, dan pada hal-hal material yang belum kita punya. Rasa syukur pun tergerus, digantikan oleh rasa lapar yang tak pernah terpuaskan.


Lalu, Gimana Dong Cara Mengatasinya? Agar Kita Bisa Nikmati Konten Aesthetic Tanpa Tertekan


Jangan khawatir, kita nggak perlu langsung delete semua akun media sosial atau menghilangkan konten aesthetic dari hidup. Yang perlu kita lakukan adalah mengubah cara kita berinteraksi dengannya.


1. Ingatlah: Yang Kamu Lihat Bukanlah Keseluruhan Cerita


Ini adalah mantra yang harus sering diulang-ulang. Setiap kali kamu melihat konten yang sempurna, katakan pada dirimu sendiri, "Ini hanya satu sudut pandang. Ini hanya satu momen. Aku tidak tahu keseluruhan cerita di baliknya." Setiap orang punya masalahnya masing-masing, hanya saja mereka memilih untuk tidak menampilkannya.


2. Curate Your Feed dengan Sadar!


Kamu adalah raja dari feed media sosialmu. Jika ada akun yang terus-menerus membuatmu merasa tidak percaya diri, minder, atau cemas, jangan ragu untuk unfollow atau mute. Itu bukan hal yang kasar, itu adalah bentuk pertahanan diri. Isi feed-mu dengan akun-akun yang beragam, yang menampilkan kehidupan nyata, kegagalan, dan proses, bukan hanya kesuksesan semata.


3. Fokus pada Perjalananmu Sendiri, Bukan Pencapaian Orang Lain


Alih-alih membandingkan dirimu dengan orang lain, cobalah untuk membandingkan dirimu dengan dirimu yang kemarin. Apakah hari ini kamu sudah lebih baik? Apakah ada progress kecil yang bisa disyukuri? Dengan fokus pada perjalanan pribadi, kita akan lebih menghargai proses dan mengurangi tekanan untuk menjadi seperti orang lain.


4. Touch Grass: Jangan Lupa dengan Dunia Nyata


Istilah "touch grass" sering dipakai untuk mengingatkan orang agar keluar dari dunia online dan menyentuh rumput (alias kembali ke kehidupan nyata). Luangkan waktu untuk bertemu teman secara langsung, menikmati alam, atau melakukan hobi yang membuatmu lupa untuk membuka ponsel. Koneksi dan pengalaman nyata adalah penawar paling ampuh untuk kecemasan yang dipicu media sosial.


5. Kembangkan Aesthetic-mu Sendiri yang Autentik


Aesthetic itu seharusnya personal dan mencerminkan jati dirimu, bukan sekadar mengekor tren. Apa yang membuatmu merasa nyaman dan bahagia? Mungkin kamarmu berantakan tapi penuh dengan buku-buku yang kamu cintai, atau mungkin masakanmu nggak semewah di Instagram tapi rasanya enak dan penuh cerita. Keautentikan itu justru yang membuat hidup lebih berwarna dan bermakna.


Masalah Umum & Solusinya Terkait Tekanan Media Sosial


· Masalah: "Aku tahu teorinya, tapi tetap saja merasa insecure saat melihat konten teman yang sukses."

  · Solusi: Itu sangat manusiawi! Coba batasi waktu pakai media sosial. Gunakan app timer dan ketika perasaan itu datang, akui saja, "Oke, aku lagi merasa insecure nih." Dengan mengakui perasaan tanpa menghakimi diri, kita bisa lebih mudah melepaskannya.

· Masalah: "Aku takut ketinggalan informasi atau dikucilkan jika tidak mengikuti tren."

  · Solusi: Coba tanya, informasi apa yang benar-benar penting buatmu? Seringkali, informasi penting akan sampai juga lewat jalur lain. Untuk urusan tren, pilih satu atau dua yang benar-benar kamu minati, abaikan yang lain.

· Masalah: "Aku justru merasa terinspirasi oleh konten aesthetic."

  · Solusi: Itu bagus! Bedakan antara terinspirasi dan merasa tertekan. Jika sebuah konten memberimu energi positif dan ide untuk memperbaiki hidupmu dengan caramu sendiri, itu adalah inspirasi. Jika ia membuatmu merasa buruk tentang dirimu sendiri, itu adalah tekanan.


Penutup: Hidupmu Sudah Cukup Berharga, dengan atau tanpa Filter


Sobat, pada akhirnya, konten aesthetic hanyalah sebuah ilusi yang dikemas dengan apik. Kehidupan yang sesungguhnya—dengan segala kekacauan, tawa spontan, air mata, dan momen-momen yang tidak terencana—justru itulah yang paling indah dan autentik.


Kita tidak perlu hidup dalam kurasi orang lain untuk merasa cukup. Cukup itu adalah keputusan, bukan pencapaian. Mulai hari ini, cobalah untuk lebih berbaik hati pada dirimu sendiri. Syukuri perjalanan unikmu, dan ingatlah bahwa nilai dirimu tidak ditentukan oleh jumlah like atau seberapa sempurna feed-mu.


Yuk, kita belajar untuk menjadi penikmat konten yang cerdas, bukan korban dari algoritma!


---


FAQ Mini: Pertanyaan Seputar Konten Aesthetic & Mental Health


1. Apa bedanya terinspirasi dan merasa insecure karena konten aesthetic?

Inspirasi memberi energi dan motivasi untuk tumbuh dengan caramu.Perasaan insecure, sebaliknya, membuatmu merasa kecil dan tidak puas dengan dirimu sendiri.


2. Apakah salah membuat konten yang aesthetic?

Sama sekali tidak!Asalkan kita tetap autentik dan menyadari bahwa yang kita tampilkan hanya sebagian kecil dari kehidupan. Jangan sampai kita sendiri terjebak dalam ilusi yang kita ciptakan.


3. Bagaimana cara menjelaskan dampak buruk ini kepada teman yang kecanduan media sosial?

Dekati dengan kasih sayang.Ceritakan pengalamanmu sendiri tanpa menggurui. Katakan bahwa kamu peduli dan khawatir melihatnya terus-menerus membandingkan dirinya dengan orang lain.


4. Platform media sosial mana yang paling berpengaruh?

Semua platform punya potensi yang sama,tergantung bagaimana kita menggunakannya. Instagram dan TikTok yang sangat visual seringkali menjadi pemicu utama, tetapi di sisi lain juga bisa menjadi sumber inspirasi jika kita bijak memilih akun yang diikuti.


5. Apakah perlu melakukan digital detox?

Sangat disarankan!Cobalah untuk mengambil jeda dari media sosial, misalnya satu hari dalam seminggu atau hanya beberapa jam dalam sehari. Rasakan perbedaannya pada kesehatan mentalmu.


6. Aku merasa sendiri karena hidupku tidak se-"instagenic" orang lain.

Kamu tidak sendiri!Banyak sekali orang yang merasakan hal yang sama tetapi diam-diam saja. Cobalah mencari komunitas atau teman yang bisa diajak berbagi cerita nyata. Kamu akan menyadari bahwa "ketidaksempurnaan"-mu justru adalah hal yang membuatmu manusiawi dan relatable.


7. Apakah ada akun yang direkomendasikan untuk kesehatan mental?

Ada banyak akun psikolog atau edukator kesehatan mental Indonesia yang bagus di Instagram,seperti @ibukesehatanmental, @psikologis, atau @mentalkesehatan. Mereka sering membahas topik-topik seperti ini dengan bahasa yang mudah dipahami.


EmoticonEmoticon

Formulir Kontak