NARASIOTA.COM: mindful living
FOMO vs JOMO: Perang Psikologis di Era Informasi

FOMO vs JOMO: Perang Psikologis di Era Informasi

 


FOMO vs JOMO (Joy of Missing Out): Perang Psikologis di Era Informasi Berlebihan


Hai, sobat! Coba kita ngobrol sebentar, nih. Pernah nggak sih, kalian lagi asyik-asyiknya rebahan di rumah, tiba-tiba buka Instagram dan melihat teman kalian lagi liburan di Bali, yang lain lagi menghadiri konser musik seru, atau yang lainnya baru saja mendapat promosi kerja? Lalu, perasaan tenang kalian tiba-tiba hilang, digantikan oleh rasa cemas, iri, dan merasa ketinggalan zaman. "Ah, kenapa hidup mereka keren-keren banget, ya? Hidup gue datar aja."


Nah, jika kalian pernah merasakan hal itu, selamat datang di klub FOMO! Tapi jangan khawatir, artikel ini akan membahas sahabat baru kalian yang lebih keren: JOMO. Kita akan bahas tuntas perang psikologis antara FOMO vs JOMO di era di mana informasi membanjiri kita setiap detiknya.



Apa Itu FOMO? Si Biang Kerok Kegelisahan Modern


FOMO, atau Fear of Missing Out, adalah perasaan cemas dan takut bahwa orang lain sedang mengalami hal-hal menyenangkan, seru, atau penting tanpa kehadiran kita. Ini seperti alarm internal yang terus berteriak, "Ayo, keluar! Lakukan sesuatu! Jangan sampai ketinggalan!"


Akar masalahnya ada di genggaman kita: smartphone dan media sosial. Coba bayangkan, dulu sebelum ada Instagram atau TikTok, kita hanya tahu kabar teman-teman dekat atau tetangga. Sekarang, kita bisa melihat langsung bagaimana orang di seluruh dunia—bahkan yang tidak kita kenal—menjalani hidup mereka yang terlihat sempurna. Otak kita tidak dirancang untuk menangani begitu banyak "kehidupan orang lain" dalam satu hari.


Tanda-tanda kalian kena FOMO:


· Selalu mengecek notifikasi media sosial setiap beberapa menit.

· Merasa gelisah dan tidak puas dengan aktivitas yang sedang dilakukan.

· Sulit berkata "tidak" pada ajakan karena takut dianggap tidak gaul.

· Merasa hidup orang lain selalu lebih baik dari hidup sendiri.

· Liburan atau makan di restoran terasa kurang jika tidak diposting di media sosial.


Kalau dibiarkan, FOMO bisa bikin stres, burnout, dan merasa tidak pernah cukup dengan apa yang kita miliki. Lalu, adakah obatnya?


JOMO Datang sebagai Pahlawan: Joy of Missing Out


Nah, ini dia sang penawar racun: JOMO, atau Joy of Missing Out. Kalau FOMO adalah rasa takut ketinggalan, JOMO adalah kebahagiaan karena dengan sengaja memilih untuk "ketinggalan".


Bukan berarti kita menjadi penyendiri yang anti-sosial, lho! JOMO adalah tentang kesadaran dan pilihan. Kita sadar bahwa ada banyak acara seru di luar sana, tetapi kita dengan sengaja memilih untuk menikmati momen yang sedang kita jalani saat ini. Entah itu membaca buku, memasak makan malam, berkebun, atau sekadar ngobrol santai dengan keluarga.


JOMO adalah seni berkata "tidak" pada hal-hal yang tidak sejalan dengan energi dan prioritas kita, sehingga kita bisa berkata "ya" pada hal-hal yang benar-benar penting bagi kita.


Manfaat menjalani JOMO:


· Ketenangan Pikiran: Tidak lagi terobsesi dengan kehidupan orang lain.

· Waktu Berkualitas: Fokus pada hobi dan hubungan yang benar-benar berarti.

· Lebih Produktif: Energi tidak terkuras untuk membanding-bandingkan diri.

· Rasa Syukur: Belajar menghargai hal-hal kecil dalam hidup sendiri.


Lalu, Gimana Sih Cara Menaklukkan FOMO dan Menemukan JOMO?


Ini bukan tentang menghapus semua media sosial, tapi tentang mengubah hubungan kita dengannya. Yuk, praktikkan langkah-langkah berikut!


1. Lakukan "Digital Detox" yang Masuk Akal


Kalian tidak perlu langsung hilang dari dunia online selama sebulan. Coba mulai dengan hal kecil:


· Matikan notifikasi media sosial di luar jam kerja.

· Tentukan "zaman bebas gadget", misalnya 1 jam sebelum tidur dan 1 jam setelah bangun tidur.

· Hapus aplikasi media sosial dari HP untuk akhir pekan, dan akses hanya lewat laptop jika sangat perlu.


2. Berlatih Mindfulness dan Hidup di "Saat Ini"


FOMO seringkali membawa kita ke masa depan yang penuh kecemasan ("Apa yang akan aku lewatkan nanti?") atau masa lalu yang penuh penyesalan ("Kenapa aku nggak ikut kemarin?"). Cobalah untuk fokus pada saat ini.


· Saat makan, nikmati benar rasa makanannya.

· Saat jalan-jalan, perhatikan sekeliling, dengarkan kicauan burung, rasakan angin.

· Meditasi 5-10 menit per hari bisa sangat membantu melatih perhatian penuh.


3. Kurangi "Following", Tingkatkan "Connecting"


Bersihkan feed media sosial kalian! Unfollow atau mute akun-akun yang membuat kalian merasa tidak cukup. Sebaliknya, ikuti akun-akun yang menginspirasi, mendidik, atau menghibur tanpa memicu perbandingan sosial. Dan yang terpenting, alihkan energi dari scrolling pasif ke hubungan aktif. Telepon seorang teman lama, ajak keluarga ngobrol, atau bertemu langsung dengan sahabat. Koneksi nyata jauh lebih memuaskan daripada ratusan like.


4. Temukan Passion dan Hobi yang Membuat Kalian "Lupa Waktu"


Aktivitas yang benar-benar kita cintai akan membuat kita lupa untuk mengecek HP. Apakah itu melukis, bermain musik, olahraga, menulis, atau merakit model kit? Saat kita tenggelam dalam kesenangan ini, kita sedang mengalami JOMO—kita bahagia "melewatkan" keramaian karena sedang asyik dengan dunia kita sendiri.


5. Ubah Pola Pikir: Dari "Harus" Menjadi "Ingin"


Coba perhatikan kalimat dalam pikiran kalian.


· FOMO: "Aku harus ikut nongkrong malam ini, biar nggak dikira jutek."

· JOMO: "Aku ingin istirahat di rumah malam ini karena tubuhku butuh pemulihan."

  Dengan beralih dari kewajiban(have to) ke keinginan (want to), kita mengambil kendali atas hidup kita sendiri.


Masalah Umum dalam Perang Melawan FOMO dan Solusinya


· Masalah: "Tapi, aku takut dikucilkan atau dianggap tidak sosial jika sering menolak ajakan."

  · Solusi: Komunikasikan dengan jujur. Katakan, "Wah, lagi butuh me-time nih, lain kali aja kita jalan yang seru!" Teman yang baik akan mengerti. Justru dengan hadir dalam keadaan segar dan bahagia, kualitas pertemanan akan lebih baik.

· Masalah: "Aku kerja di bidang yang mengharuskan aktif di media sosial. Gimana dong?"

  · Solusi: Buat batasan yang jelas. Pisahkan akun profesional dan pribadi. Gunakan aplikasi scheduler untuk posting konten kerja, sehingga kalian tidak perlu terus-menerus membuka aplikasinya. Setelah jam kerja, log out dari akun profesional tersebut.

· Masalah: "Aku sudah coba detox, tapi selalu kembali lagi karena merasa bosan."

  · Solusi: Itu wajar! Jangan menyiksa diri. JOMO bukan tentang menghilangkan media sosial sama sekali, tapi menemukan keseimbangan. Jika bosan, cari aktivitas offline yang menyenangkan sebagai pengganti, seperti menonton film atau merapikan kamar.


Penutup: JOMO adalah Kunci Hidup yang Lebih Otentik dan Bahagia


Jadi, teman-teman, perang antara FOMO dan JOMO ini sebenarnya adalah perang untuk mengambil alih kendali atas perhatian dan kebahagiaan kita. Di dunia yang sibuk berteriak, JOMO adalah suara lembut yang mengajak kita untuk berhenti sejenak, menarik napas, dan mensyukuri momen yang kita miliki saat ini.


Hidup bukanlah tentang mengalami semua hal, tapi tentang mengalami hal-hal yang benar-benar berarti bagi kita. Dengan mempraktikkan JOMO, kita bukan melewatkan kesempatan, tapi justru menemukan kesempatan untuk hidup yang lebih dalam, tenang, dan otentik.


Yuk, mulai sekarang, coba pilih JOMO. Rasakan bedanya!


---


FAQ Mini: FOMO vs JOMO


1. Apa perbedaan utama FOMO dan JOMO?

FOMO didorong oleh rasa takut dan kecemasan,sementara JOMO didorong oleh kesadaran dan pilihan untuk bahagia dengan momen saat ini.


2. Apakah JOMO membuatku menjadi orang yang tertutup?

Sama sekali tidak!JOMO justru mendorong koneksi yang lebih dalam dan berkualitas dengan orang-orang terdekat, alih-alih sekadar mengikuti banyak acara tanpa makna.


3. Bagaimana cara menjelaskan konsep JOMO kepada keluarga atau teman?

Katakan bahwa kamu sedang belajar untuk lebih hadir dan fokus pada hal-hal yang benar-benar penting bagimu,sehingga kamu bisa menjadi versi dirimu yang lebih baik untuk mereka.


4. Apakah harus menghapus media sosial untuk mencapai JOMO?

Tidak harus.Kuncinya adalah menggunakannya dengan sadar dan membatasi waktu penggunaannya, bukan menghilangkannya sama sekali.


5. Bisakah JOMO membantuku mengatasi kecemasan sosial?

Bisa sekali.Dengan mengurangi tekanan untuk selalu "tampil" dan ikut dalam keramaian, JOMO dapat meredakan kecemasan sosial dan membantumu merasa lebih nyaman dengan dirimu sendiri.


6. Bagaimana jika aku merasa kesepian saat mempraktikkan JOMO?

Itu adalah tanda bahwa mungkin kamu butuh lebih banyak koneksi yang berkualitas.JOMO bukan tentang menyendiri, tapi tentang memilih hubungan yang mendalam. Coba hubungi satu atau dua orang teman dekat untuk ngobrol atau bertemu.

Formulir Kontak